KEMANDIRIAN KONSUMEN DI ERA GLOBLISASI PASAR BEBAS (KAJIAN MENGENAI UNDANG-UNDANG PELINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERLINDUNGAN DAN HAK-HAK KEWAJIBAN KONSUMEN)


Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Hukum Bisnis

Dosen : Dr.Y. Ony Djogo, SH., MM., MAP 




Disusun oleh :


SITI NURSAMSIAH
1111161164

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP
BANDUNG
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang  berjudul “Kemandirian Konsumen di Era Globalisasi Pasar Bebas (Kajian Mengenai Undang-undang Perlindungan Konsumen Terhadap Perlindungan Hak-hak Konsumen)” dengan sebaik-baiknya. Tak lupa, shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Rasulullah, Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis,yang bertujuan untuk menambah dan membuka wawasan pembaca mengenai Era Globalisasi Pasar bebas untuk bisnis.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Hukum Bisnis, Bapak Dr.Y. Ony Djogo, SH., MM., MAP yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan petunjuk selama pengerjaan makalah ini sehingga dapat disusun dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan manfaat untuk para pembacanya.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan demi perbaikan isi makalah ini. Atas saran dan kritik yang diberikan, penulis ucapkan banyak terima kasih.



                                                                                            Bandung, 14 April 2017


                                                                                                  Siti Nursamsiah



DAFTAR ISI

       Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................         
KATA PENGANTAR ........................................................................           i
DAFTAR ISI ........................................................................................           ii
BAB    I     PENDAHULUAN ..............................................................           1
1.1.  Latar Belakang Masalah...................................................................           1
1.2.  Identifikasi Masalah.........................................................................           2
1.3.  Tujuan Penulisan..............................................................................           2
1.4.  Mafaat penulisan..............................................................................           3
1.5.  Metodoligi Penelitian.......................................................................           3
BAB    II   TINJAUAN TEORI ..........................................................           1
2.1  Konsumen   …………………………………………………………         1
2.1.1  Definisi Konsumen.........................................................................           2
2.1.2  Hukum Perlindungan Konsumen...................................................           2
2.1.3  Tujuaan dan Asas Pelindungan konsumen.....................................           3
2.1.4  Kewajiban Konsumen....................................................................           3
2.1.5  Hak Dan Kewajiban Produsen.......................................................           3
2.1.6  Sengketa konsumen........................................................................           9
2.1.7  Sanksi-sanksi Tentng Perlindungan Konsumen.............................          
2.2  globalisasi    ………………………………………………………....         3
2.2.1  definisi Globlisasi...........................................................................           3
2.2.2  Dampak Positif Globalisasi............................................................           3
2.2.3  Dampak Negatif Globalisasi..........................................................           9
2.3  Pasar Bebas …………………………………………………………         1
2.3.1  Definisi pasar Bebas.......................................................................           2
2.3.2  Ciri-Ciri Pasar Bebas......................................................................           2
2.3.3  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pasar Bebas..........................           3
2.3.4  Dampak dari Aktivitas Pasar Bebas...............................................           3
2.3.5  Kelebihan dan Kekurangan Pasar Bebas........................................           3
BAB    III  PERANCANGAN SISTEM.............................................           24
3.1  Contoh Kasus 1 …………………………………………………………   1
3.1.1  Jual Bakso Daging Celeng.............................................................           2
3.2  Contoh Kasus 2.................................................................................           3
3.2.1  Indomie Di Taiwan........................................................................           3
BAB    IV PEMBAHASAN..................................................................           51
4.1  Analisis Kasus 1 jual Bakso Daging celeng......................................           69
4.2  Analisis Kasus 2 Indomie Di Taiwan................................................           2
BAB    V   PENUTUP...........................................................................           71
5.1  Kesimpulan…………………………………………………………           2
5.2  Saran………………………………………………………………..           2
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung dengan kemajuan teknologi komunikasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa. Kondisi tersebut, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena segala kebutuhan konsumen dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen.
Namun disisi lain, kondisi dan fenomena demikian dapat mengakibatkan kedudukan konsumen berada pada posisi yang lemah. Khususnya di Indonesia, banyak terjadi penyimpangan yang menjadikan konsumen sebagai objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.;
Untuk mendorong dan melindungi hak konsumen di Indonesia, penyebarluasan segala aspek seperti hasil kebudayaan di ilmu pengetahuan serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa, maka sangat diperlukanlah perlindungan hukum keda konsumen. Adapun perlindungan hukum yang dimaksudkan adalah untuk mewujudkan suasana yang baik dalam transaksi bisnis agar tumbuh berkembangnya gairah untuk melakukan transaksi bisnis dalam bebagai aspek.
Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.
Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. 
Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. 
Di Indonesia undang-undang yang melindungi hak konsumen adalah undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, kemudian pasal 18 undang-undan no 8 tahun 1999 yang menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditunjukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan khlausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian. Dengan kata lain pelindungan hak konsumen perlu didokumentasikan
1.2  Identifikasi Masalah
1.2.1  Apa pengertian konsumen?
1.2.2  Apa hokum dan tujuan perlindungan konsumen?
1.2.3  Apa prinsip dan asas-asas perlindungan konsumen?
1.2.4  Apa hak dan kewajiban konsumen?
1.2.5  Apa hak dan kewajiban produsen terhadap konsumen?
1.2.6   Apa itu globlisasi?
1.2.7  Apa saja dampak globalisasi?
1.2.8  Apa itu pasar bebas?
1.2.9  Apa saja dampak pasar bebas?
1.2.10 Apa saja ciri-ciri dan factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar bebas
1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1   Agar mengetahui Pengertian konsumen
1.3.2   Agar mengetahui tujuan dan Hukum perlindungan konsumen
1.3.3  Prinsip dan asas-asas perlindungan konsumen
1.3.4   Hak dan kewajiban konsumen
1.3.5  Hak dan kewajiban produsen terhadap konsumen
1.3.6  Untuk mengetahui pengertian dari pasar bebas.
1.3.7  Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pasar bebas.
1.3.8  Untuk mengetahui dampak apa saja yang di timbulkan dari kegiatan pasar bebas.
1.3.9  Untuk mengetahui apa itu globalisasi serta dampak yang di timbulkan era globalisasi
1.4  Mafaat Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terutama ketika seorang konsumen hendak melakukan pembelian atau transaksi bisnis yang semuanya memiliki landasan hukum, yang kemudian dipelajari dalam sebuah mata kuliah yang berjudul Hukum Bisnis, yang dengan mempelajarinya dapat memberikan pertimbangan kepada semua pihak yang hendak melakukan transaksi bisnis agar dalam praktiknya tidak ada yang dirugikan.
1.5  Metode penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriftif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan membaca yang relevan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1  Konsumen
2.1.1  Definisi Konsumen
Istilah “konsumen” berasal dari bahasa Belanda “konsement”, bahasa Inggris “consumer”. Dengan demimikian konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk , yaitu setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Pengertian Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas:
1.      Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.
2.      Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha; dan
3.      Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.
Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk diperdagangkan.”      
Jadi, Konsumen ialah orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).               
2.1.2  Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak sebagai contoh para penjual diwajibkan menunjukka tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Dengan kata lain, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
1.       Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2.       Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.
3.        Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4.       Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
5.       Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
6.       Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
7.       Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
8.       Menurut Undang- undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen:
Pasal 1 butir 1,2 dan 3:
a.       Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
b.       Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
c.       Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan taua badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun buka badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggaraka kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
2.1.3  Tujuan dan Asas Perlindungan konsumen
Dari uraian diatas kami akan menjelaskan alasan kenapa begitu pentingnya hukum perlindungan konsumen ini, seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Prinsip dan Asas Perlindungan Konsumen
1.      Prinsip hukum perlindungan konsumen
1)      Let The Buyer Beware
a.       Pelaku Usaha kedudukannya seimbang dengan konsumen sehingga tidak perlu proteksi.
b.      Konsumen diminta untuk berhati hati dan bertanggung jawab sendiri.
c.       Konsumen tidak mendapatkan akses informasi karena pelaku usaha tidak terbuka.
d.      Dalam UUPK Caveat Emptor berubah menjadi caveat venditor.
2)      The due Care Theory
Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa. Selama berhati hati ia tidak dapat dipersalahkan.
Pasal 1865 Kuhperdata secara tegas menyatakan, barangsiapa yang mengendalikan mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristirwa, maka ia diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristirwa tersebut.
Kelemahan beban berat konsumen dalam membuktikan.
2)      The Privity of Contract
Prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan atas hal hal diluar yang diperjanjikan.
Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
Kontrak bukan Syarat
Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu huungan hukum .
Fenomena kontrak kontrak standar yang bantak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.
2.      Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
1)      Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2)      Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3)      Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk  memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.
4)      Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5)      Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
2.1.4     Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1.      Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3.      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
2.1.5  Hak Dan Kewajiban Produsen Terhadap Konsumen
Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang memakai barang dan jasa disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
Hak Produsen (pelaku usaha/wirausahawan)
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1)      Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2)      Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3)      Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4)      Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5)      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
1.      Kewajiban produsen
1)      Beritikad baik dalam kegiatan usahanya
2)      Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3)      Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
4)      Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku
5)      Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
6)      Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7)      Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
2.      Perbuatan yang dilarang dilakukan oleh seorang pelaku usaha
1)      Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).
2)      Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain (pasal 9).
3)      Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai (Pasal 10)
4)      Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya (pasal 13).
5)      Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a.    Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b.   Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c.    Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d.   Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan (pasal 14)
3.      Tanggung Jawab Produsen terhadap Konsumen
Pasal 19
1.      Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.      Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.      Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.      Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen
2.1.6  Sengketa Konsumen
Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik. Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan bahkan konflik yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan. Karena hidup ini tidak lepas dari permasalahan.
Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Sedangkan menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.”
Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Definisi ”sengketa konsumen” dijumpai pada Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001, dimana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah:
“sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.”
Jadi, sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasad.
Melalui pasal 45 ayat (1) ini dapat diketahui bahwa untuk menyelesaikan sengketa konsumen , terdapat dua pilihan yaitu :
Melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha,   atau  melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara berikut :
1.      Konsultasi
2.      Negosiasi
3.      Mediasi
4.      Konsialisasi
5.      Penilaian ahli
2.1.7  Sanksi sanksi Tentang Perlindungan Konsumen
1.      Sanksi Perdata                                                                               
Ganti rugi dalam bentuk :
1)      Pengembalian uang
2)      Penggantian barang
3)      Perawatan kesehatan
4)      Pemberian santunan
5)      Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
2.      Sanksi Administrasi\
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
3.      Sanksi Pidana
1)      Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
2)       Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
3)      Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
ü  Pengumuman keputusan Hakim
ü  Pencabuttan izin usaha;
ü  Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
ü  Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
ü  Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat.
2.2  Globalisasi
2.2.1  Definisi Globalisasi
Pengertian globalisasi sendiri diambil dari kata “global” yang artinya universal. Ada sebagian yang berpendapat bahwa globalisasi merupakan proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara berada dalam ikatan yang semakin kuat untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan baru atau kita bisa mengartikan sebagai kesatuan koeksistensi yang nantinya akan mengahpus batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Pengertian ini didukung oleh pihak yang mendukung terjadinya sebuah evolusi sosial ekonomi dan budaya serta tetap menjaga eksistensi dan pengaruhnya terhadap dunia terutama dunia ketiga. Stigma negatifdisematkan kepada globalisasi oleh para pendukung ide ini, globalisasi dipandang hanya evlolusi dari kapitalisme dimana Negara-negara kaya akan mengontrol perokonomian dunia sedangkan negara-negara kecil atau yang sering disebut
negara ketiga hanya dieksploitasi dan semakin terbenam karena tidak mempunyai daya saing.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan Negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain terkait dengan masalah narkotika, money laundering (pencucian uang), peredaran dokumen keimigrasian palsu dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya
bangsa yang selama ini dijunjung tinggi mulai memudar. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meraja        lelanya peredaran narkotika dan psikotoprika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung maka akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai identitas nasional.
2.2.2  Dampak Positif Globalisasi
1.    Perkembangan arus informasi
Interaksi antar bangsa dan Negara di era globalisasi yang seakan-akan tidak memperhatikan batas-batas wilayah antar Negara membuat arus informasi berkembang begitu cepat dan mudah. Berita-berita di suatu Negara dengan cepat dan mudahnya tersebar dan diketahui secara global. Perkembangan arus informasi ini juga berdampak pada makin mudahnya terjadi kontak budaya antar bangsa yang akhirnya menciptakan akulturasi budaya ataupun lahirnya budaya populer.
2.      Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
Globalisasi mendorong masyarakat untuk berpikir maju dan berkembang sesuai tuntutan perkembangan zaman. Perkembangan pemikiran ini melahirkan berbagai macam ide-ide atau pemikiran-pemikiran baru yang bermuara pada semakin maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan IPTEK membuat masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas seperti belajar ataupun bekerja. Selain itu kemajuan IPTEK juga mendorong masyarakat untuk terus berpikir maju melahirkan ide-ide atau pemikiran-pemikiran baru lainnya.
3.      Tingkat kehidupan yang lebih baik
Globalisasi di bidang ekonomi mendorong tumbuhnya lapangan pekerjaan yang luas dan beragam contohnya semakin banyak muncul industri-industri yang tentunya membutuhkan tenaga kerja. Yang artinya semakin banyak orang yang bekerja maka akan meningkatnya taraf hidup masyarakat tersebut. Selain itu, semakin membaiknya pembangunan sarana dan prasarana publik seperti sekolah, rumah sakit, sarana transportasi dan komunikasi, dll membuat pelayanan masyarakat menjadi lebih baik dan memadai.
2.2.3  Dampak Negatif Globalisasi
1.       Pola hidup konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
2.      Sikap individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
3.      Perubahan gaya hidup
Adanya kontak budaya Negara lain membuat perubahan gaya hidup masyarakat di suatu Negara. Perubahan itu bisa baik jika membawa kemajuan, tapi bisa berdampak buruk jika membawa pengaruh-pengaruh negatif khususnya pada generasi muda.
4.      Kesenjangan sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan
5.      kesenjangan sosial.
Berdasarkan pemaparan di atas, kita ketahui bahwa globalisasi itu memiliki dampak dalam kehidupan antar bangsa di dunia. Globalisasi memiliki pengaruh positif yang juga dibarengi oleh pengaruh negatif.
2.3  Pasar Bebas
2.3.1  Definisi Pasar Bebas
Pasar bebas atau Globalisasi Ekonomi merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Pasar bebas mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika pasar terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan  proses kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Dengan tidak adanya hambatan yang diterapkan pemerintah dalam melaksanakan perdagangan, tentunya ada kebebasan aturan, cara, dan jenis barang yang dijual. Maka, munculah persaingan dagang yang ketat baik antar individu ataupun perusahaan yang berada di Negara yang berbeda yaitu yang kita kenal dengan istilah ekspor dan impor atau proses penjualan dan pembelian yang dilakukan antar Negara.
Perdagangan Internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Pasar bebas adalah pasar ideal, di mana adanya perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku bisnis dengan aturan yang fair, transparan, konsekuen & objektif, memberi peluang yang optimal bagi persaingan bebas yang sehat dalam pemerataan ekonomi.
Pasar bebas diadvokasikan oleh pengusul ekonomi liberalisme. Salah satu ukuran kemajuan suatu bangsa dan keberhasilan suatu pemerintahan di era pasar bebas adalah tingkat kemampuannya untuk menguasai teknologi ekonomi(J.Gremillion).
Negara-negara yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia.
Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.
Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara.Karena, senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi modal tak lagi berbendera dan peredaran barang tak lagi bertuan.
Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang tidak berbendera dan tidak bertuan, yang akan terus menjadi batu sendi interpen-densi global yang terus memintai dunia.
Yang terpenting adalah diperlukan bangunan etika global yang berperan mem-back up setiap penyelewengan yang terjadi di belantara pasar bebas.Kemiskinan, kemelaratan, dan ketidakadilan yang terdapat di dunia yang menimpa negara-negara miskin hakikatnya tidak lagi akibat kesalahan negara-negara bersangkutan sehingga itu pun menjadi tanggung jawab global pula. Kesejahteraan dan keadilan global merupakan sesuatu yang tercipta oleh keharmonisan berbagai kepentingan yang selalu memerhatikan nilai-nilai moral dan tata etika yang dianut umum.Maksudnya, perilaku etis global adalah perilaku negara-negara yang bertanggung jawab atas nasib masyarakat dunia.
Tentunya ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak pernah maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam menghadapi tuntutan pasar bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu asas utamanya adalah persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk mengontrol harga dari produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya diserahkan kepada konsumen untuk membeli produk yang diinginkannya.
2.3.2  Ciri-Ciri Pasar Bebas
1.      Perdagangan barang tanpa pajak (termasuk tarif) atau pembatasan perdagangan yang lain (seperti kuota impor atau subsidi untuk produsen)
2.      Perdagangan layanan tanpa pajak atau pembatasan perdagangan yang lain
3.      Ketiadaan dasar-dasar “pemutar belit perdagangan” (seperti pajak, subsidi, peraturan atau hukum) yang memberikan kelebihan kepada sejumlah kecil perusahaan, isirumah, atau faktor-faktor produksi
4.      Akses bebas ke pasar, tidak adanya batasan atau kemudahan akses yang dapat langsung pada pasarnya, langsung pada konsumen dalam proses penjualannya
5.      Akses bebas kepada informasi pasar, konsumen dalam proses membeli produk dapat meraih informasi secara terbuka dan bebas
6.      Ketakupayaan firma-firma mengacaukan pasar melalui kekuatan monopoli atau oligopoli berian pemerintah
7.      Pergerakan bebas tenaga kerja antara dan dalam negara
8.      Pergerakan bebas modal antara dan dalam negara
2.3.3  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pasar Bebas
1.      Kualitas Sumber Daya Alam
Sumber daya alam Indonesia pada umumnya masih berupa sumber daya alam murni yang masih harus memerlukan olahan lebih lanjut untuk mendapatkan dan menambah nilai ekonomis. Sumber daya alam murni lebih banyak digunakan sebagai input produksi bagi industri-industri besar termasuk logam dan kimia. Namun sumber daya murni tersebut belum bisa memberikan peluang yang besar bagi perkembangan ekonomi Indonesia, karena Indonesia sendiri hanya mengekspornya dalam bentuk murni sedangkan pengolahan selanjutnya dilakukan di negara lain.
Hal lain yang berhubungan dengan sumber daya alam ini yaitu terjadinya keragaman pemilikan Sumber Daya Alam di masing-masing wilayah (daerah), sehingga diperlukan kejelian dalam menetapkan usaha strategis atau produk unggulan di masing-masing wilayah, agar tercipta kondisi kompetisi yang saling menguntungkan, karena masing-masing wilayah memproduksi barang yang ekonomis. Dengan kata lain masing-masing wilayah harus menyadari apakah lebih baik memproduksi atau membeli tentunya.
2.      Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) mengandung makna yang tidak terpisahkan, karena teknologi merupakan hasil penerapan ilmu pengetahuan. Harus kita terima bahwa faktor Iptek masih memerlukan perjuangan yang sangat panjang. Selama ini di Indonesia pembangunan Iptek dilakukan hanya untuk mengejar prestige di mata Internasional. Terjadinya pengerahan dana yang sangat besar untuk pemilikan peralatan, modal tidak rnendukung input produksi industri kecil. Sehingga produk-produk yang kita miliki yang tadinya memiliki keunggulan komparative tidak tereksploitir seperti argo industri pertanian dan perkebunan, perikanan dan peternakan, juga industri kerajinan.
3.      Prasarana
Penyiapan prasarana merupakan partisipasi pemerintah dalam upaya mendorong lancarnya aktivitas ekonomi terutama menyangkut pembukaan jalan-jalan ke sentral produksi pasar. Kemudahan akses yang ditunjang oleh ketersediaan jalan dan alat transportasi akan memperlancar distribusi bahan dan hasil olahan. Untuk kedua fasilitas ini kerjasama antar pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan.Penyediaan jalan lebih diharapkan kepada pemerintah sedangkan transportasi biasanya ditangani oleh swasta. Pembukaan jalan penghubung antar sentral produksi dan pasar hendaknya dapat memperhatikan manfaat ganda terhadap munculnya aktivitas ekonomi masyarakat di sepanjang lintas jalan tersebut, yang berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi sesuai dengan batas kemampuan masing-masing. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya kondisi prasarana jalan dan alat komunikasi sudah memadai terutama antar kota/propinsi, akan tetapi perlu ditingkatkan mengingat pertambahan jumlah alat transportasi yang kurang seimbang dengan kapasitas jalan yang tersedia.
4.      Pengendalian terhadap Impor Barang Luar Negeri
Pengendalian terhadap impor barang luar negeri dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat agar membeli barang Indonesia karena akan mendukung laju peningkatan daya saing, karena barang-barang impor dari luar negeri banyak yang kualitasnya bagus dan murah dibanding produk Indonesia. Hal itu dapat menyebabkan Indonesia kehilangan daya saing. Maka diperlukannya iklan-iklan dan sosialisasi terhadap masyarakat akan cinta produk asli Indonesia. Peningkatan industri lokal diperlukan agar kualitas produk Indonesia dapat bersaing di dalam maupun di luar.
2.3.4  Dampak Dari Aktivitas Pasar Bebas
1.      Dampak Positif
1)      Kegiatan produksi dalam negeri menjadi meningkat secara kuantitas dan kualitas.
2)      Mendorong pertumbuhan ekonomi negara, pemerataan pendapatan masyarakat, dan stabilitas ekonomi nasional.
3)      Menambahkan devisa negara melalui bea masuk dan biaya lain atas ekspor dan impor.
4)      Mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam negeri, terutamadalam bidang sektor industri dengan munculnya teknologi baru dapat membantu dalam memproduksi barang lebih banyak dengan waktu yang singkat.
5)      Melalui impor, kebutuhan dalam negara dapat terpenuhi.
6)      Memperluas lapangan kerja dan kesempatan masyarakat untuk berkeja.
7)      Mempererat hubungan persaudaraan dan kerjasama antar negara.
2.      Dampak Negatif
1)      Barang-barang produksi dalam negeri terganggu akibat masuknya barang impor yang dijual lebih murah dalam negeri yang menyebabkan industri dalam negeri mengalami kerugian besar.
2)      Munculnya ketergantungan dengan negara maju
3)      Terjadinya persaingan yang tidak sehat, karena pengaruh perdagangan bebas.
4)      Bila tidak mampu bersaing maka pertumbuhan perekonomian negara akan semakin rendah dan bertambahnya pengangguran dalam negeri
2.3.5  kelebihan dan kekurangan sistem ekonomi pasar bebas
1.      Kelebihan sistem ekonomi
1)      Setiap individu bebas memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.
2)      Inisiatif dan kreatifitas masyarakat dapat dikembangkan.
3)      Terjadi persaingan antar produsen untuk menghasilkan barang yang bermutu.
4)      Efisiensi dan efektifitas tinggi karena tindakannya selalu didasarkan pada prinsip ekonomi.
2.      Kelemahan sistem ekonomi pasar bebas
1)      Adanya eksploitasi terhadap masyarakat ekonomi lemah oleh pihak yang kuat ekonominya.
2)      Menimbulkan terjadinya monopoli sehingga merugikan masyarakat.
3)      Munculnya kesenjangan ekonomi antara golongan ekonomi kuat dengan golongan ekonomi lemah.
4)      Perekonomian dapat dengan mudah menjadi tidak stabil.


BAB III
ANALISIS KASUS
3.1  Contoh kasus 1
3.1.1  Jual Bakso Daging Celeng
Petugas dari Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menunjukan merek bakso yang mengandung daging babi di mobil laboratorium, Tomang, Jakarta Barat, Jumat (14/12). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek 
Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
3.2  Contoh Kasus 2
3.2.1  Indomie Di Taiwan
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di  Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.





BAB IV

PEMBAHASAN

4.1  Analisis kasus Jual Bakso Daging Celeng

Dapat kita lihat di kasus ini terjadi dimana penjual daging ini tidak mengatakan kepada konsumennya bahwa daging yang dia buat menjadi bakso itu adalah daging celeng. Kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Dan konsumen akan sangat dirugikan sekali bila mereka mengetahui bahwa daging yang dibelinya itu tidak sesuai dengan kemasannya yang tertulis daging sapi.
Dan sebagai pelaku usaha seharusnya penjual daging ini memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang dijualnya. Pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dimana ketidaksesuaiaannya isi barang dengan label kemasannya yang dituliskan daging sapi padahal didalamnya daging celeng.
Seperti yang dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasa ini berisikan bahwa :
1.      Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2.      Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.      Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
4.2     Analisis Kasus 2 Indomie di Taiwan
Analisis kasus berdasar Undang Undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberqu.
Hal ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila ditilik dengan pandangan dalam hukum perlindungan maka akan menyangkutkan beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian
1.      Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2.      Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3.      Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4.      Pasal 7  ( b dan d )UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 2 UU PK adalah tentang tujuan perlindungan konsumen yang akan menyinggung tentang
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen Perlu ditilik dalam kasus diatas adalah adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Thailand yang masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara internasional
Namun hal itu menjadi polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan.hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan indomie oleh karana itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi yg lebih lanjut
Pada pasal 3 UU PK menjelaskan tentang asas perlindungan konsumen yang isinya sebagai berikut
1.      Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
2.      Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
3. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
digunakan karena sebagai jaminan keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi produk indomie tersebut terlebih sebagian besar konsumen produk indomie di Taiwan adalah TKI yang bekerja disana jadi walaupun UU PK adalah hokum Indonesia tetapi haruslah tetap diberlakukan ditilik dari banyaknya konsumen yang merupakan WNI
4.      Asas manfaat
digunakan karena kedua pihak yaitu PT Indofood Sukses Makmur selaku produsen dan Taiwan selaku Konsumen sehingga kedua pihak haruslah sama kedudukannya sehingga kedua belah pihak memperoleh hak-haknya.terlebih PT Indofood sukses malamur selalu menyesuaikan denagn syarat dan peraturan yang berlaku di Taiwan.
Pada Pasal 4 ( C )UU PK adalah menyinggung tentang hak knsumen (konsumen di Taiwan)
Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa
Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood sukses makmur harusnya mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehinnga masyarakat/ atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan
Pada pasal 7 ( b dan d ) adalah menyinggung tentang
Memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan, menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku berdasar pasal 7 (b dan d) diatas maka diwajibkan kepada produsen untuk mencantum segala informasi mengenai produknya disini adalah kewajiban PT Indofood untuk mencantum informasi bahan apa saja yang digunakan dalam produknya
Namun, berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mi instan lain.Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga banyak importir yang distribusi.

 
BAB V
PENUTUP
5.1   Kesimpulan
Secara umum dan mendasar hubungan antara pelaku usaha dan konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut memang saling membutuhkan dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi. Bertolak dari luas dan kompleksnya hubungan antara produsen dan konsumen yang akhirnya posisi pelaku usaha lebih mendominasi dari pada posisi konsumen sehingga konsumen lebih sering dirugikan, maka negara menjamin perlindungan hukum terhadap konsumen di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.
 Setiap peraturan yang dibuat untuk kepentingan konsumen haruslah sepenuhnya berlaku untuk perlindungan konsumen, bukan untuk kepentingan pihak – pihak pengusaha atau pembuat klausula secara sepihak saja, dalam hal ini konsumen tidak dapat mendapatkan hak-haknya secara utuh karena telah dibatasi secara sepihak, tentunya masalah seperti uni sudah sangat umum terjadi.
Adapun cara berbisnis yang baik dan benar sangat dibutuhkan agar konsumen tidak dirugikan adalah menurut analisis penulis seharusnya pihak produsen atau pengusaha haruslah bekerja dengan baik dan benar sehingga tidak merugikan konsumen dengan cara mematuhi prosedur yang berlaku disetiap perundang-undangan yang berlaku. Sering kali sebagai konsumen apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapakan atau rencana apa yang dibuat oleh produsen kepada konsumen.
Dalam melakukan transaksi bisnis sebaiknya pelaku bisnis selalu memerhatikan setiap aturan atau sanksi yang berlaku. Apabila pelaku bisnis melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen maka harus mempertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku adapun sanksi pidana pokok berupa penjara maksimum lima tahun dengan denda dua milyar rupiah atau penjara maksimum dua tahun dengan denda 500 juta. Pelaku bisnis dalam hal ini harus selalu bercermin pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 untuk setiap pengambilan keputusan yang dilakukan.
Sebelum melakukan transaksi bisnis sebaiknya pelaku bisnis melakukan survei atau mencari sebanyak-banyaknya informasi terkait dengan barang atau kegiatan bisnis yang dilakukan apakah melanggar perundang-undangan atau tidak.
Memasuki era globalisasi perdagangan bebas, dimana akses transaksi melalui sarana apapun sangat terbuka. Globalisasi yang diciptakan oleh negara-negara maju melakukan gerakan perluasan pasar dan disemua pasar yang berdasarkan persaingan selalu ada yang menang dan kalah.
Di Indonesia yang posisi konsumen masih sangat lemah, maka harus ada gerakan kemandirian konsumen sehingga konsumen siap menghadapi era perdagangan bebas. Jadi konsumen bisa lebih memahami hak-haknya dan bisa memperjuangkan apabila haknya dilanggar.
Sehingga dengan demikian penulis berkesimpulan bila mana  dalam setiap transaksi bisnis yang dilakukan jangan hanya terbatas kepada nafsu untuk mengusai atau memiliki barang tertentu sehingga seorang konsumen melakukan dengan tidak waspada sehingga mengakibatkan kelalaian oleh konsumen dan tidak memerhatikan setiap klausula atau pun peraturan yang tertulis, yang di buat sepihak oleh perusahaan sehingga merugikan konsumen, dan oleh sebab itu maka penulis sangat menekankan kepada para konsumen untuk teliti dalam berbagai transaksi dan bagi kita yang telah mempelajari hukum bisnis terkhususnya tentang Perlindungan Konsumen kami sangat menyarankan untuk membimbing atau pun menyampaikan kepada teman-teman, orang tua, keluarga dekat atau kerabat mau pun orang lain tentang landasan hukum yang berlaku serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh seorang konsumen sebelum melakukan transaksi bisnis, kemudian bagi kita yang belajar dan telah mengetahui agar tidak lagi terjebak dalam permaianan para produsen atau pengusaha yang “nakal”, dan dengan ilmu yang dimiliki sudah seyogyanyalah kita membantu orang lain serta memperjuangkan hal-hak yang harus didapatkan oleh konsumen.
5.2  Saran
1.      Bagi pelaku usaha harus lebih hati-hati dalam memasarkan produk/jasa, sehingga tidak membahayakan keamanan dan keselamatan konsumen
2.      Bagi lembaga perlindungan konsumen sebaiknya lebih aktif mensosialisasikan hak-hak konsumen dan membantu memperjuangkan hak-hak konsumen pada saat konsumen dirugikan oleh pelaku usaha
3.      Bagi masyarakat, harus ikut aktif memperjuangkan hak-hak konsumen karena pada dasarnya semua orang adalah konsumen yang hak-haknya harus dilindungi
4.      Bagi konsumen sendiri harus memahami hak-haknya dan berani memperjuangkan jika dilanggar
5.      Bagi pemerintah, sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap produk/jasa yang beredar serta melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap konsumen agar bisa mandiri

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Miru, Sutarman, Yodo. 2007. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Gunawan Widjaja, Ahmad Yan. 2003. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati. 2000. Hukum Perlindungan konsumen. Bandung : Mandar Maju
Janus Sidabalok. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Miru, Ahmadi, dkk. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Rahayu, Hartini. 2005.Hukum Komersial. Malang:UMM Press.
Sudaryatmo. 1999. Hukum dan Akvokasi Konsumen. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan onsumen Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo
Wira Sutedja. 2007. Panduan Layanan Konsumen. Jakarta : PT. Grasindo
Yusuf Shofie. 2003. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Rudianto,bambang dan melia famiola.2007.etika bisnis & tanggung jawab sosial.bandung:Rekayasa sains bandung
Hartaman P,lauran dan joe desjardins.2007.etika bisnis.jakarta:erlangga
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Artikel internet :
http://riaviinola.blogspot.com/2014/09/makalah-perlidungan-konsumen.html






Komentar

Postingan Populer